Fenomena penggunaan bahasa gaul kian meluas di Bandung, seringkali bercampur dengan kosakata dari bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Ini menciptakan fenomena campur kode atau alih kode yang khas. Hasilnya adalah kalimat-kalimat yang tidak sepenuhnya Bahasa Indonesia baku maupun bahasa asing, sebuah tren yang marak di kalangan anak muda.
Meskipun dalam konteks tertentu campur kode wajar dan bahkan dapat memperkaya ekspresi, dominasinya dalam percakapan sehari-hari di Bandung menimbulkan kekhawatiran. Penggunaan bahasa campuran yang berlebihan dapat mengurangi kesadaran akan kemurnian tata bahasa dan kosa kata Bahasa Indonesia baku. Batasan antara kedua bahasa menjadi kabur.
Contoh umum penggunaan bahasa campur kode di Bandung adalah frasa seperti “healing tipis-tipis”, “spill the tea”, atau “gabut banget”. Kata-kata Inggris disisipkan begitu saja ke dalam struktur kalimat Indonesia. Ini menunjukkan sejauh mana pengaruh bahasa asing telah meresap ke dalam kebiasaan berbahasa sehari-hari.
Dampak jangka panjang dari campuran ini adalah potensi pengikisan kemampuan berbahasa yang baik. Individu mungkin kesulitan mengekspresikan diri sepenuhnya dalam Bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris secara terpisah. Ini bisa menjadi hambatan dalam komunikasi formal dan profesional.
Selain itu, dominasi campur kode juga dapat mengurangi rasa bangga terhadap Bahasa Indonesia baku sebagai bahasa nasional. Jika terus-menerus dicampuradukkan tanpa kesadaran konteks, identitas linguistik kita bisa tergerus. Ini adalah tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat Bandung dan Indonesia.
Penting bagi institusi pendidikan di Bandung untuk berperan aktif dalam mengajarkan pentingnya Bahasa Indonesia baku dan kapan harus menggunakannya. Kesadaran akan ragam bahasa dan fungsinya harus ditanamkan sejak dini untuk mencegah penggunaan bahasa yang tidak tepat.
Orang tua juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi teladan dalam penggunaan bahasa yang baik di rumah. Dorong anak-anak untuk membaca buku dan berdiskusi menggunakan Bahasa Indonesia baku yang benar. Lingkungan berbahasa yang kaya akan membantu menyeimbangkan pengaruh bahasa gaul.
Media massa di Bandung, sebagai salah satu agen sosialisasi bahasa, perlu lebih bijak dalam menyajikan konten. Meskipun campur kode bisa populer, media harus tetap mempromosikan penggunaan bahasa yang benar dan relevan sesuai konteksnya.
Mari bersama-sama menjaga kelestarian dan kemurnian Bahasa Indonesia baku. Dengan memahami kapan dan bagaimana penggunaan bahasa campuran dapat diterima, kita bisa memastikan bahwa Bahasa Indonesia tetap menjadi alat komunikasi yang efektif dan bermartabat.